Prof. Dadang dalam Kenangan
Saya sudah siap-siap tidur ketika membaca sebuah pesan di WA grup pengurus IKA Geofisika. Malam sudah agak larut, jarum jam menunjukkan pukul 21.05 WIB.
Saya segera menghampiri istri yang juga alumni Geofisika Unhas. “Prof. Dadang meninggal,” ujar saya kepadanya.
Innalillahi wainnailaihi rojiun…
Lamat-lamat ingatan saya kembali ke sekitar tahun 1998 – 2000an. Ada beberapa mata kuliah yang dibawakan oleh Almarhum Prof. Dadang kala itu. Saya sudah tidak begitu ingat nama mata kuliahnya, tapi saya masih ingat betul bagaimana beliau mengajarkan mata kuliahnya.
Almarhum Prof. Dadang tidak sekadar menyampaikan materi kuliah, tapi beliau mengajak mahasiswanya terlibat aktif untuk berpikir. Tidak hanya menyampaikan rumus-rumus, tetapi juga sesuatu yang masuk akal di balik rumus itu.
Beliau saat mengajar tidak melulu bicara bahan kuliah. Salah satu petuah almarhum yang masih saya ingat hingga sekarang adalah “take one corner and be a master at that corner“. Kata-kata ini untuk mendorong kami, mahasiswanya, untuk menjadi ahli di salah satu bidang. Agar dapat bertahan di tengah semakin sengitnya persaingan.
Saya berinteraksi dengan beliau bukan hanya soal kuliah. Pernah suatu ketika, saat Fakultas MIPA ingin membuat buku profil dalam rangka ulang tahunnya dan saya diminta untuk menanganinya, mulai dari pengumpulan bahan, desain, sampai percetakan.
Saya begitu bersemangat hingga kemudian menyadari saya tidak punya kamera untuk melakukan dokumentasi. Maklum saja, saat itu smartphone belum ada. Untunglah Almarhum Prof. Dadang memiliki kamera digital dan dengan senang hati meminjamkannya kepada saya.
Kesan yang mendalam juga dialami oleh alumni Fisika/Geofisika lainnya.
Kanda Agussalim Asaad, alumni Geofisika angkatan 1992, mengatakan bahwa, “Saya mengenal Allahyarham Prof. Dadang sebagai dosen, pengajar, pendidik dan motivator. Satu diantara beberapa dosen yg membuat saya mantap memilih Geofisika bumi sebagai pilihan tugas akhir. Beliau rajin mengajar dan tidak pernah diwakilkan sama dosen pengganti atau asisten. Candaan beliau mengajak mahasiswa untuk berpikir scientific dengan mengurangi pemikiran hayalan. Salah satu dosen panutan saya selama kuliah di Fisika Unhas. InsyaAllah, Allahyarham Prof. Dadang Ahmad husnul khatimah, diampuni dosanya, diangkat derajatnya, dilapangan kuburnya dan mendapatkan janji Allah sesuai amal ibadahnya, Aamiin.”
Kanda Amin, alumni angkatan tahun 1993, mengungkapkan bahwa Almarhum Prof. Dadang adalah sosok dosen yang benar-benar menjadi bapak bagi anak-anaknya/mahasiswanya. Di sisi yang lain beliau bisa memposisikan diri sebagai kawan bagi kita semua sehingga rasa sungkan kepada beliau hilang tanpa menghilangkan rasa hormat kita kepada beliau. Beliau orang yang baik terhadap semuanya tanpa membedakan golongan manapun. Selamat jalan Ayahanda, semoga dilapangkan dan diterangi kuburnya, diampuni segala dosanya, diterima segala amalnya dan ditempatkan di sisi terbaik-Nya. Aamiin yaa Rabbal Aalamiin.
Hasbullah, alumni Geofisika angkatan 2002, yang juga mahasiswa PA dari almarhum Prof. Dadang mengatakan bahwa, “Konsultasi akademik dengan Almarhum tidak hanya membahas mata kuliah, tetapi dia bercerita tentang daerah asal saya, Kolaka – Sulawesi Tenggara. Almarhum bercerita tentang budaya lokal dan pembangunan di Kolaka, saya pun kaget beliau tahu banyak tentang Kolaka. Almarhum Prof. Dadang juga meminta saya bercerita tentang keluarga saya. Kesan saya, beliau Penasehat Akademik yang juga membangun komunikasi dalam segala hal dengan anak PA nya.”
Hal senada juga diungkapkan oleh Oji, alumni Geofisika angkatan 2009, dimana almarhum Prof. Dadang merupakan dosen PA-nya. “Di angkatan saya, kami ada berempat yang diasuh oleh Prof. Dadang. Kami lebih sering bertemu beliau untuk diskusi KRS, yang masih manual, di ruangan beliau di Rektorat Lantai 2. Saat itu beliau menjabat sebagai Wakil Rektor I. Saat mengunjungi beliau, terkadang beliau memberikan nasehat dan petuah yang berkaitan dengan mata kuliah yang telah kami ambil sebelumnya. Saya ingat sekali saat beliau bertanya mengenai mata kuliah Analisis Sinyal, beliau menganalogikannya pada proses kehidupannya.”, katanya.
Lebih lanjut Oji mengungkapkan, “Karena beliau adalah dosen PA saya, maka saya meminta rekomendasi beliau saat akan melanjutkan studi S2. Begitu pun saat saya merencanakan lanjut studi S3, saya sering berdiskusi dengan beliau, meminta saran dan tentunya rekomendasi. Saya ingat dalam satu kesempatan beliau pernah mengucapkan bahwa saya harus sudah selesai studi S3 sebelum beliau pensiun. Namun saat saya menuliskan ini, saya belum studi S3 dan beliau sudah berpulang. Terima kasih atas semuanya Prof. Dadang. Semoga semua amal ibadah diterima di sisi-Nya.”
Arif, alumni Geofisika angkatan 2012, juga menyampaikan kesan terhadap sosok almarhum Prof. Dadang. “Almarhum Prof. Dadang adalah sosok yang sangat ramah, ketulusan ditunjukkan dalam mengajar dan keteduhannya dalam berbicara. Cara mengajarnya disampaikan penuh dengan motivasi sehingga kami mahasiswa selalu antusias dalam mengikuti setiap mata kuliah yang beliau bawakan.” Ungkapnya.
Hasbullah Idris atau yang akrab dipanggil K Aco, alumni Geofisika angkatan 1997 yang kini menjabat sebagai Ketua Ikatan Alumni Geofisika Unhas, juga memiliki kesan yang cukup membekas di hati dan ingatan terkait sosok Almarhum Prof. Dadang sewaktu masih menjadi mahasiswa Geofisika di rentang waktu 1997-2003.
Secara pribadi kami mendapat pengajaran dan pencerahan langsung dari beliau pada mata kuliah Mekanika Analisa II. Masih teringat bila beliau hendak masuk mengajar, kami kasak kusuk untuk mencoba berpenampilan rapi, tidak memakai sendal dan kaos oblong, dan mengerem hasrat untuk mencoba bercanda di dalam kelas. Apabila beliau sudah masuk ke kelas, suasana terasa tenang dan cenderung khidmat, entah mengapa beliau adalah salah satu sosok yang menguarkan aura tersendiri yang dapat membuat orang lain segan, alih-alih perasaan takut. Kiranya kedalaman ilmu dan pekerti beliaulah yang menyebabkan semua hal tersebut.
Beberapa quotes kadang beliau sampaikan ke kami pada saat mengajar. Pada saat seorang teman diberi pertanyaan dan tidak bisa dijawab, beliau mengatakan “kamu sarapan apa?” dijawab teman “ubi pak”, dibalas lagi oleh beliau “bagaimana mau cerdas kalau hanya sarapan ubi”, seisi kelas terbawa suasana antara mau ketawa atau bertambah tegang karena khawatir akan menjadi objek berikutnya. Kemudian juga ada kisah saat seorang senior berambut gondrong yang diberikan soal di papan tulis dan ternyata kakak senior tersebut dapat menyelesaikan soal tersebut, beliau berseloroh “nah yang begini baru boleh gondrong, cerdas”, maka pasca ucapan tersebut kami kami yang pada saat itu sedang dalam euforia tinggi dalam hal memanjangkan rambut agar layak disebut “mahasiswa” (dengan varian yang bermacam-macam, ada yang lurus, ikal, sampai dengan keriting) langsung menjadi tegang dan salah tingkah, serasa ingin menghilang dari kelas, setidaknya kalau bisa saat itu rambut berubah jadi pendek dalam sekejap, atau setidaknya dapat disembunyikan dalam kerah baju kemeja yang dipakai. Kalimat kalimat beliau terasa tajam dan pedas mengusik arogansi kami yang terkadang merasa lebih pintar dan lebih kuat dari yang lainnya. Entah mengapa di depan beliau, kami hanya bisa merasa “degaga jago”.
“Al-Fatihah dan Salam Hormat setinggi-tingginya kepada Ayahada dan teladan Kami Prof. Dadang, saya bersaksi beliau adalah orang baik, sangat baik. Semoga Allah Subḥānahu wataʿālā melapangkan kubur beliau, menerima segala amal ibadah dan kebaikan beliau, serta mengampuni segala khilaf beliau.” Pungkas Kanda Aco.
Selamat jalan Prof…
*) Dielaborasi oleh Ikus, alumni Geofisika angkatan 1998
*) Sumber foto heading: fajar.co.id